Rabu, 18 Mei 2011

REWARD

Maka, keduanya memakan buah pohon itu. Lalu, tampaklah bagi keduanya auratnya. Mulailah keduanya menutupi dengan daun-daun (yang di surga). Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah dia. Kemudian, Tuhan memilihnya. Dia menerima tobat dan memberinya petunjuk. Allah berfirman, Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama. Sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS. Tha Ha : 122-123).

Makna di atas menurut hemat penulis menuntun, mengarahkan dan menjadikan kita sebagai manusia untuk berpikir dan memaknai hikmah. Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, Nabi Adam memperoleh hukuman dan ketika Nabi Adam bertaubat, Allah yang maha luas pengampunannya itu mengampuni dan Allah memberi petunjuk menuju jalan yang benar. Kajian ini kalau dicermati bahwa sesungguhnya Allah memberikan reward kepada siapapun yang melakukan kebaikan, dan bertaqwa.
Pandangan pendidikan mulai berubah, hasil beberapa peneliti yang beranggapan bahwa reward dalam pendidikan itu tidak perlu lagi. Hal ini berbeda dengan pandangan pendidikan lima tahun yang lalu. Pandangan pendidikan lima tahun yang lalu beranggapan bahwa mendidik sangat diperlukan adanya reward. Dua tematik yang berbeda dalam kurun waktu yang relatif muda. Alasan pandangan pendidikan itu tidak perlu reward itu karena pendidikan itu merupakan kebutuhan bagi peserta didik. Dengan adanya reward dikhawatirkan anak akan melakukan sesuatu itu karena hadiah atau penghargaan atau pujian dan ketika itu tidak diperoleh maka anak tidak akan termotivasi. Pandangan itu sekilas ada benarnya.
Hasil penelitian kualitatif itu sifatnya sangat temporer dan situasional, artinya apabila penelitian dilakukan hanya di satu tempat maka validitas dan reliabilitasnya tidak dapat dijamin kebenarannya. Pada tempat yang berbeda dan komunitas yang berbeda akan berbeda pula. Bahkan dalam generasi yang berbeda juga akan berubah. Yang penulis maksud dari pemikiran tidak perlu adanya reward berdasarkan hasil penelitian itu perlu dilakukan penelitian lanjutan minimal mengaji secara seksama.
Sampai detik ini penulis masih sependapat dengan hasil penelitian masa lalu yang banyak mengungkapkan bahwa dalam menumbuhkan motivasi perlu adanya reward. Allah memberikan reward rezeki 700 kali dari apa yang manusia infaqkan ke jalan Allah. Allah akan memberikan reward surga bagi manusia yang bertaqwa dan senantiasa berbuat baik. Ini bukti ilmiah yang dapat menguatkan perlunya reward. Penulis khawatir orang-orang yang sependapat dengan pemikiran tidak perlunya adanya reward, tanpa mengaji dan menelaah pemikiran itu lebih dalam. Tumbuhnya motivasi instrinsik manusia itu dapat berasal dari berbagai situasi, bisa jadi manusia termotivasi karena pujian, termotivasi karena hadiah, termotivasi karena penghargaan, termotivasi karena ucapan terima kasih dan masih banyak lagi yang lain, hal itu sangat manusiawi.
Seorang pegawai akan rajin bekerja ada beberapa hal yang membuat dirinya menjadi termotivasi untuk bekerja keras. (1). Seorang pegawai akan bekerja keras karena lingkungan kerja nyaman, aman dan tenang. (2). Seorang pegawai akan bekerja keras karena dihargai harkat dan martabatnya. (3). Seorang pegawai akan bekerja keras karena diperhatikan oleh pimpinannya. (4). Seorang pegawai akan bekerja keras karena diperhatikan jaminan hidupnya. Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk motivasi dapat digali. Hal ini pararel dengan bagaimana mendidik siswa. Peserta didik juga perlu perhatian, pujian, penghargaan dan reward-reward lainnya.
Menjadikan anak bermartabat bukan berarti hilangnya reward. Anak bertabat karena dididik dan dibina dengan baik, sehingga proses pendidikan yang baik dan penuh teladan itulah yang akan menumbuhkan jati diri anak untuk menjadi manusia yang bermartabat. Dalam penilaian dan pengukuran hasil belajar siswa terdapat aspek-aspek penilaian yang sarat dengan reward. Perubahan pandangan ini bukan berarti penulis anti-memandang perubahan ini. Pendapat manusia dan hasil penelitian sosial itu terpotensi berubah setiap saat, jadi bagi penulis apabila kajian dari beberapa hasil penelitian tentang tidak perlunya reward itu benar menurut keyakinan penulis, ya penulis tidak menampik kebenaran itu, tetapi sampai detik ini penulis masih meyakini bahwa reward itu perlu dalam pendidikan. Apa yang menjadi keyakinan dalam membangun pendidikan penulis yakin semata-mata untuk membangun generasi yang tangguh. Saran penulis jika hendak melakukan perubahan kajilah dengan seksama, dan hati-hati. Sikap kita, keputusan kita dan kebijakan kita dalam mendidik generasi adalah satu kemuliaan apabila kita benar dan tepat, tetapi apabila sikap kita, keputusan kita dan kebijakan kita salah, ingatlah bahwa satu generasi akan menanggung dosa dari kesalahan kita. Semoga kita dapat menjadi pendidik yang senantiasa mendapat petunjuk dari Allah SWT, dan menjadi khalifah yang senantiasa benar dan tepat dalam membuat kebijakan, keputusan. Amin,..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar