Minggu, 16 Januari 2011

Kapan Mulai Mengajari Anak Sopan Santun?

Para ahli mengingatkan, ajari anak tata krama sedini mungkin. Jangan tunggu hingga anak besar karena bisa berabe. Bagaimana memulainya ?Tentunya para orang tua akan bangga jika dikatakan bahwa anaknya sangat sopan. Namun sebaliknya, jika anaknya dicap sebagai tak tahu aturan, tentunya sebagai orang tuanya Anda sangat sedih, bukan? Bagaimana mengajari si kecil agar ia bisa berlalu sopan?
Menurut psikolog Hera L. Mikarsa, Ph.D , mengajari sopan santun atau tata krama sebaiknya dilakukan sejak dini. "Bisa dimulai sejak ia berusia 1 atau 1,5 tahun. Saat ia mulai mengerti. "Jadi, jangan tunggu hingga ia besar. Sebab kala ia sudah besar, tentunya ia sudah punya kebiasaan tertentu. Akan memakan waktu lama untuk mengubahnya."

DARI YANG SEDERHANA
Juga, jangan karena menganggap ia masih kecil, lantas dianggap belum penting mengajarkan tata krama. Toh, nanti pelajaran tata krama dan budi pekerti akan didapatkannya saat duduk di bangku TK atau SD. Ini anggapan yang salah. "Sebab, ia belajar di TK juga hanya sebentar, sekitar dua jam. Apa cukup pelajaran budi pekerti dan tata krama yang ia peroleh? Lagi pula, semakin ia besar, semakin sulit hal ini diajarkan."
Kalau sejak kecil tidak diajarkan norma-norma yang baik, bisa jadi kelak ia tumbuh menjadi anak tak tahu aturan. Misalnya, masuk ke rumah orang langsung berlarian ke sana-kemari. Membuka lemari es dan mengambil isinya seenaknya, seakan-akan itu adalah lemari es ibunya. Namun Hera juga mengakui, tak tertutup kemungkinan si anak juga belajar dari lingkungan. Karena ia akan berpikir, 'Kok, di rumahnya begini, sedangkan di rumah teman-temannya lain lagi'. "Dia merasa dengan cara temannya itu ternyata bisa diterima oleh masyarakat. Maka ia akan meniru cara yang lebih bisa diterima itu. Jadi kontrol sosial di sini sangat berperan." Namun tetap yang paling baik adalah bila dari rumahnyalah pengajaran tata krama ini didapatnya.
Untuk anak batita, menurut dosen psikologi perkembangan UI ini, sebaiknya pengajaran tata krama dimulai dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, membuang sampah harus di tempatnya, makan harus di meja makan, membaca tidak boleh sambil tiduran di lantai, sebelum makan harus cuci tangan dulu, dsb. Atau, kalau ia bertemu dengan tetangga, ajarkan ia bersalaman, mengucapkan terima kasih bila diberi oleh-oleh, dsb. "Jadi mulai dari hal-hal simpel yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga hal-hal simpel ini akan menjadi kebiasaan hingga ia besar nanti." Pola pengajarannya pun tidak bisa dengan wejangan atau nasihat. "Ia tak akan mengerti. Harus dengan contoh. Kalaupun harus dengan kalimat, ungkapkan dengan kalimat yang sederhana dan mudah dicerna mereka." Nanti dengan bertambahnya umur, otomatis pemahamanannya semakin baik, sehingga mengajarkannya bisa lebih bervariasi.
Orang tua juga harus konsekuen. Jika ia mengajarkan anaknya harus makan di meja makan, tapi ia sendiri kalau makan sambil menonton teve, ya, tidak jalan. Orang tua pun harus melakukan apa yang diajarkan pada anaknya. "Sebab semakin besar anak, semakin kritis ia. Jika konsisten, hal ini akan jadi akar yang baik dari tingkah lakunya di masa datang." Juga, kalau ia menerapkan aturan sepatu tak boleh naik di atas sofa, jangan sampai lain kali diperbolehkan. Sebab, hal ini akan membingungkan si kecil. Kalaupun orang tua hendak membuat perkecualian, sebaiknya dijelaskan alasannya sehingga tak mengacaukan aturan yang sedang diterapkan.
Selain itu, si kecil juga belum tahu mengapa ia harus melakukan semua tata krama itu. Tugas orang tualah yang harus menjelaskan alasan di belakang aturan itu. Misalnya, mengapa ia harus mengucapkan kata 'tolong', 'terima kasih', atau 'maaf'. Dengan demikian, ia punya motivasi untuk melakukannya. Namun, sekali lagi,hera mengingatkan bahwa ungkapan-ungkapan seperti 'tolong', 'terima kasih', atau 'maaf', tidak akan jalan kalau orang tuanya tidak membiasakannya atau tidak melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. "Karena ia tidak melihat contoh nyata. Jangan lupa, daya ingat si kecil masih terbatas, sehingga mereka gampang lupa. Kalau kita tidak mengajari dengan memberi contoh, ya, ajaran itu akan lewat begitu saja." Namun lain halnya jika si ibu biasa mengucapkan 'terima kasih' pada pelayan swalayan yang telah membantu mencarikan barang. Atau, mengucapkan 'maaf' ketika bertubrukkan dengan orang lain di lorong swalayan. Si kecil akan meniru perbuatan ini. Selain itu, sebaiknya orang tua pun melakukan hal yang sama pada si kecil. Ucapkan kata 'tolong' ketika meminta ia mengambil sesuatu, dan 'terima kasih' sesudahnya. Juga kata 'maaf' kalau si orang tua tak sengaja menyenggol mainan si kecil. Dengan demikian anak akan merasa dihargai. Dan kelak ia pun akan menjadi anak yang dapat menghargai orang lain. Sebab, prinsip dasar mengajarkan sopan santun adalah menghargai hak dan perasaan orang lain.

CONTOH BURUK
Anak tidak hanya mencontoh dari orang tuanya. Bisa saja ia mencontoh dari pembantu atau televisi. "Kadang ada, kan, orang tua yang terkaget-kaget, kok, si kecil bisa berkata dengan kalimat tak senonoh. Ternyata setelah diselidiki, si kecil sering diajak main pembantu ke rumah tetangga. Dan sesama pembantu tersebut kalau saling bercanda atau berolok-olok memakai kalimat-kalimat yang kurang senonoh. Nah, kalimat-kalimat ini didengar oleh anak. Dan karena terbiasa mendengar kalimat-kalimat demikian, hal ini akan diadaptasinya. Walaupun sebenarnya ia tak mengerti arti kalimat tersebut. Begitu juga dengan kalimat-kalimat iklan di teve, hampir tak ada permintaan sesuatu disertai kata 'tolong'. Tapi hanya mengatakan, 'Ambilkan obat itu, dong.'Itu, kan, bukan contoh yang baik juga." Itulah pentingnya mendampingi si kecil saat ia menonton tv. Sehingga kalau ada iklan yang tidak sesuai dengan tata krama yang sedang diajarkan, si orang tua bisa menjelaskan. Bahwa yang baik bukan begitu. Sehingga anak tahu perbedaannya.
Bagaimana mensiasatinya jika ibunya bekerja? Ya, orang tua harus bekerja sama dengan pembantunya atau orang-orang yang menjaga anaknya. Beritahu juga bahwa sikap bagaimana yang dikhendaki si orang tua pada anaknya. "Cobalah cari pengasuh yang bisa mengajarkan tata krama pada anak. Kalau pengasuh ini tidak terdidik, tak ada salahnya, si orang tua mentraining pengasuh ini lebih dahulu. Dan berilah wewenang pada pengasuh, agar ia pun dapat bertindak tegas pada majikan kecilnya ini. Karena kadang si pengasuh tidak bisa tegas pada si kecil karena merasa tak bisa menolak permintaan si majikan kecil ini. Jadi, orang tua jangan lantas marah kalau pembantunya menegur si kecil

TEGURAN DAN PUJIAN
Orang tua juga harus terus mengingatkan. Karena si kecil daya ingatnya sangat terbatas. Sehingga ia mudah lupa atas larangan dan anjuran yang diterapkan. Jadi, jangan terkejut jika mereka banyak melanggarnya. Bersabarlah dan jangan bosan-bosan untuk terus mengingatkannya, sampai hal ini menjadi suatu kebiasaan.
Jika ia lupa mengucapkan kata 'tolong', tanyakan 'coba apa kata ajaib yang harus diucapkan kalau meminta sesuatu pada orang lain?' kalau ia tak bisa juga mengingatnya, jawablah sendiri kata tersebut sehingga ia sadar bahwa kata itu sangat penting. Dan kalau kebiasaan baik itu dibiasakan sejak kecil, kala dewasa akan dengan secara otomatis terucap.
Hasil didikan orang tua ini biasanya akan terlihat saat anakmulai bersosialisasi keluar. Dari situ baru kelihatan apakah ia bersikap sopan atau urakan. Dan karena di usia 2-3 tahun, si kecil juga mulai bermain di luar, orang tua sebaiknya juga mengajarkan tata krama untuk bergaul. Bagaimana ia harus sharing saling menunggu giliran. Kalau Lebaran, anak diajarkan bersilaturahmi dan saling minta maaf. Juga diajarkan menghormati orang yang lebih tua. Misalnya, kepada yang tua, bersalamnya dengan cium tangan.
Hera mengakui bahwa anak kecil memang cenderung mengacak-acak rumah orang jika diajak bertamu. Nah, kalau sudah demikian, si orang tua harus mencegahnya. "Jangan didiamkan saja hanya karena merasa enggak enak memarahi anak di rumah orang. Menurut saya tak apa-apa saja anak kecil ditegur, tentunya dengan cara yang acceptable . Daripada ia merusak barang-barang orang lain, kan, lebih malu lagi. Pegangi dia dan dudukkan di sebelah orang tuanya. Kalau ia mulai berkeliaran lagi, segera hentikan."
Jika hal ini tak efektif, misalnya ia tetap ingin memainkan barang-barang tuan rumah, segera angkat si anak dan pindahkan dia dari tempat yang menarik perhatiannya tersebut. "Alihkan segera perhatiannya, misalnya dengan memberinya mainan kesukaannya. Kalau barang tersebut tak terlihat olehnya lagi, maka biasanya akan segera hilang dari pikirannya."
Orang tua juga sebaiknya menjelaskan tentang perbedaan aturan di rumah lain. Karena standar kesopanan satu keluarga dengan keluarga lain berbeda. Ada keluarga yang tidak membolehkan memakai sandal dan sepatu di dalam rumah. Sehingga alas kaki itu harus ditinggalkan di luar pintu. Keluarga lain justru membolehkan. "Justru orang tua harus menerangkan perbedaan ini. Untuk memperkaya wawasannya."
Kalau anak tidak berlaku sopan, misalnya suka meminum minuman si tamu. "Nah, kita harus tegur ia secara tegas tapi lembut bahwa hal itu tidak boleh. Ia harus ambil minumannya di dalam."
Teguran harus disesuaikan dengan usia dan pribadi anak. Ada anak yang sekali ditegur lantas sudah menangis, tapi ada anak yang cuek saja pada peringatan orang tuanya. "Namun umumnya, di usia batita ini, pelototan mata ibunya saja atau dengan kata-kata 'Jangan! Awas! Tidak boleh begitu!', sudah cukup."
Kalau teguran ini tidak jalan, bisa ditingkatkan dengan ancaman. Misalnya, 'kalau kamu masih terus begitu, nanti tidak boleh minum susu cokelat.' Jadi hanya bersifat mengurangi kesenangannya. "Lebih baik tidak dilakukan hukuman fisik karena itu tidak efektif," ungkap ketua program profesi Fak. Psikologi Universitas Indonesia ini.
Hera juga menyarankan bahwa teguran pada si kecil sebaiknya dilakukan sesegera mungkin. Segera setelah ia melakukan kesalahannya. Sehingga ia bisa menghubungkan hukumannya dengan perbuatannya. Kalau peneguran itu ditunda, misalnya menunggu hingga di dalam rumah, ia sudah lupa. "Anak kecil cepat melupakan suatu peristiwa. Kalau kita menegurnya atau menghukumnya di lain kesempatan, ia akan bingung, 'Salah saya apa, sehingga Ibu menghukum saya'. Tapi kalau saat itu juga ditegur, ia akan mengerti, 'Oh, Ibu tidak suka kalau saya melakukan hal ini.'" Namun Hera juga mengingatkan bahwa anak seusia batita masih spontan. Kata-katanya kadang begitu terus terang, sehingga kadang ada kata-katanya yang menurut orang tua sangat tidak sopan. Misalnya, 'Lo, tas Tante, kok, gendut kayak perut Tante.' "Hal ini biasanya dilakukan tanpa kesengajaan. Hanya karena spontanitas yang biasanya menjadi ciri anak-anak." Yang disengaja adalah, jika mereka mengucapkan kata-kata tak senonoh untuk mengejek. Misalnya mengolok-olok temannya, dsb. "Tapi biasanya ini terjadi pada anak di atas usia batita. Kalau anak batita lebih ke tak sengaja." Kalau sudah demikian, tugas orang tualah yang harus terus mengarahkan si kecil. Tentunya penghargaan pun harus diberikan padanya jika ia bisa memenuhi standar orang tuanya. Misalnya, kala ia tanpa disuruh dengan sendirinya mengucapkan 'terima kasih' pada si tetangga yang memberinya sesuatu. Nah, berilah hadiah. Hadiah ini tidak hanya berupa barang, tapi pujian, pelukan, belaian, elusan di kepalanya pun sudah sudah cukup. "Sebab kalau rewards ini berupa barang, jangan-jangan anak akan berbuat baik hanya agar dapat hadiah saja."

Minggu, 02 Januari 2011

Ada 3 Ilmu Umum yg membedakan orang gagal dan berhasil

1. Semua orang yg berhasil Selalu Mencari Jalan Keluar sampai mencapai apa yg diinginkan. Ketika menemui jalan buntu, dia tidak berhenti hanya menyesali keadaan buntu tsb. Dia terus balik badan dan mencoba mencari jalan lain yg bisa dilalui.

Pernah lihat semut berjalan beriringan? Coba anda halangi jalan semut beriringan tsb ketika mereka menuju sumber makanan (roti manis misalnya). Apa yg mereka lakukan ketika anda memblokir jalan mereka? apa mereka berhenti? tidak. Mereka berusaha belok arah mencari jalan yg kosong. Mereka fokus ke arah roti manis yg sudah menjadi incarannya dari tadi. Itulah insting struggle hewan yg layak anda tiru jika ingin berhasil.

Sementara orang yg merasa gagal adalah mereka yg berhenti di satu titik ketika menemui kesulitan. Bukannya dia tidak bisa berhasil, hanya saja dia berhenti, banyak mengeluh, dan selalu menghakimi diri sendiri bakal tidak bisa. Akibatnya ya benar jadi tidak bisa...!

Orang yg merasa gagal adalah orang yg tidak mau belajar dari kehidupan. Bahkan dari segi naluri perjuangan, dia kalah sama hewan semut sekalipun.

2. Semua orang Berhasil Mau Mengasah Mentalnya. Orang berhasil bukan berarti orang tidak pernah mengalami 'Rasa gagal', bahkan kebanyakan orang berhasil adalah orang-orang yang pernah terperosok mentalnya karena berbagai kesulitan. Namun keadaan terperosok mental tidak membuat dia lemah. Dia terus mengasah mental seraya menguatkan dirinya ; " Ini adalah jalan yg harus saya lalui jika ingin berhasil".

Sebagaimana pisau, maka mental yg terus diasah dg berbagai tingkat kesulitan akan tajam dengan sendirinya. Kalau sudah tajam (kuat) mentalnya, maka kesulitan apapun rela dia hadapi demi mencapai suatu tujuan mulia, yaitu keberhasilan.

Sementara orang yg merasa gagal adalah orang yg enggan mengasah mentalnya. Ketika menemui suatu kendala dalam bisnis misalnya, dia cepat putus asa. Mentalnya cepat merasa down ketika menghadapi suatu 'ketidakbisaan'. Padahal jika kendala itu rela dia hadapi dengan berbagai upaya, maka mentalnya akan semakin kuat.

Kuatnya mental akan menimbulkan energi baru untuk mencari jalan keluar dari berbagai kesulitan. Bukankah mental kita diuji ketika kita mau Lulus Sekolah dengan berbagai macam ujian harian atau ujian semester? Kita berusaha menguat-nguatkan mental ini agar bisa lulus ujian. Ada yg sudah mempersiapkan mentalnya jauh-jauh hari dan ada yang sistem kebut semalam (sks).

Namun apapun caranya, asal halal, semua ujian perlu kita hadapi dengan persiapan mental yg terus diasah....!

3. Semua Orang berhasil Mau Melewati Proses.Keberhasilan itu ternyata tidak instan. Ternyata untuk mencapai keberhasilan kita harus mau melewati proses dahulu.
Kebalikan dari orang berhasil, Orang yg merasa gagal adalah orang yg mengharapkan hasil yg cepat dan instant. Ketika hasil instan yg diharapkan tidak kunjung datang, mereka cenderung menyalahkan orang lain atau lingkungan
Orang gagal tidak pernah mau belajar dari proses yg dilalui. Baginya setiap ada kejadian tidak menyenangkan dalam setiap kegagalan dianggap sebagai aib yg menakutkan...

Padahal kejadian tdk menyenangkan adalah bagian dari proses yg akan membuat kita semakin berilmu. Kita jadi tahu apa yg mesti dilakukan untuk menghindari kerugian dan kegagalan, dan kita jadi tahu apa yg mesti dilakukan .
"Ya Allah, Terima Kasih atas Berbagai Kesulitan yg Engkau berikan pada diri ini...! Kesulitan itu telah menyadari Hamba-Mu atas kesalahan diri yg perlu diperbaiki. Hamba semakin yakin bahwa di setiap kesulitan selalu memberikan kemudahan untuk menambah kekuatan diri, dan Tidak ada yg tidak mungkin bagi Hamba jika Engkau Sudah berkehendak...!"

Semoga kita bisa menemukan jati diri setelah membaca 3 ilmu umum di atas.

Pada akhirnya kita sendirilah yg harus bertanggung jawab akan keberhasilan atau kegagalan yg bakal kita hadapi.....!



Sukses untuk Anda yg Terus Berusaha!!!

Yg Masih Terus Belajar,