Rabu, 18 Mei 2011

REWARD AND PUNISHMENT

Ditinjau dari perspektif pendidik, Reward & Punishment bisa dipandang sebagai salah satu alat pendidikan yang dapat digunakan pendidik untuk menyampaikan materi (bahan) pendidikan kepada peserta didik. Dalam perspektif ini kita mengasumsikan bahwa pendidiklah yang aktif menggunakannya sebagai alat, dan peserta didik berada dalam posisi pasif. Hal ini utamanya terjadi pada peserta didik tingkat awal. Tetapi jika kita memandangnya dari perspektif peserta didik, maka Reward & Punishment adalah metode yang dapat dia gunakan mendorong (memotivasi) dirinya dalam menguasai materi pendidikan. Di sini peserta didik berada pada posisi aktif, dan lazimnya berada dalam status pendidikan tingkat menengah dan tinggi, dimana peserta didik akan menggunakan metoda Reward & Punishment dengan tujuan memaksimalisir perolehan Reward dan meminimalisir Punishment.
Akan tetapi, ‘Abdurrahman al-Nahlawi memandang metode sebagai salah satu alat pendidikan.

Ada dua jenis alat dalam penilaiannya.
Pertama, wasa’ith al-tarbiyah yaitu, alat-alat material atau manusia yang mempunyai pengaruh terhadap pendidikan, seperti pendidik, keluarga, madrasah, masjid, san lain-lain.
Kedua, wasa’il al-tarbiyah atau alat-alat maknawi psikis, yaitu metode-metode yang digunakan dalam menyampaikan ilmu. Al-Nahlawi kemudian membagi metode pendidikan menjadi dua, yang pertama dia sebut alat preventif (termasuk perintah, nasihat, dorongan, dan pembiasaan, dimana dorongan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk reward) dan yang kedua alat kuratif (termasuk larangan, ancaman, dan hukuman).,
Rasulullah s.a.w. mencontohkan sejumlah metode dalam penyampaian pendidikan Islam, termasuk di dalamnya metode Reward & Punishment.
Dalam ayat 31 surat an-Najm dikemukakan adanya metode pujian bahwa orang-orang yang berbuat baik akanmendapatkan kebaikan pula dari Allah yang bertujuan memberikan kegembiraan kepada peserta didik (manusia) sebelum memulai kehidupan selanjutnya (pembelajaran). Dengan kata lain metode ini bertujuan merangsang motivasi peserta didik (manusia) untuk lebih bergairah dan bersemangat dalam mengikuti (kehidupan) pembelajaran atau proses pendidikan yang dia terima.

Dalam Psikologi Islam, motivasi dimaknai sebagai kunci utama dalam melahirkan dan menafsirkan perbuatan manusia yang disebut niyyah dan ‘ibadah. Niyyah merupakan pendorong utama manusia untuk berbuat atau beramal, sedangkan ‘ibadah merupakan tujuan manusia dalam berbuat atau beramal. Maka perbuatan manusia, termasuk dalam proses pendidikan, berada pada lingkaran niyyah dan ‘ibadah.
I. TERJEMAHAN
“Dan hanya kepunyaan ALLAH-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan dengan hukuman atas perbuatan mereka sendiri, dan supaya membalas orang-orang yang melakukan kebaikan dengan pahala yang lebih baik”. (Q.S. An-Najm [53]:31)
Secara umum ayat ini memaparkan:
a. Segala sifat kesempurnaan disandang Allah SWT semata dan semuanya hanya milik Allah.
Pengakuan akan kepemilikan Allah atas apa yang ada di langit dan di bumi tersebut akan memberikan kekuatan dan pengaruh terhadap masalah akhirat yang ada dalam hati manusia. Zat yang menciptakan dan menakdirkan akhirat adalah zat yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Maka, dialah yang berkuasa untuk membalas. Dialah semata yang menguasai segala sarananya. Allah swt yang memiliki kesemuanya itu, antara lain ialah orang yang tersesat dan orang yang mendapat petunjuk. Disini Allah memiliki peran yang sangat berkuasa, karena melirik pada kata “apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”. Berarti memiliki makna bahwa apapun yang ada di langit dan apaun yang ada di bumi semua Allah yang menguasainya termasuk makhluk seperti kita.

b. Kebebasan memilih sesuatu hal perbuatan
Allah sendiri yang menciptakan serta berhak mengaturnya semua berada di dalam genggaman kekuasaannya. Sehingga kalau dia menghendaki, niscaya semua akan beriman dan memeluk agamanya, tetapi itu tidak dia kehendaki, karena dia telah memberi manusia kebebasan memilih dam supaya Dia memberi balasan yakni hukuman (punishment) yang setimpal kepada orang-orang yang berbuat jahat disebabkan apa yang telah mereka kerjakan dan member balasan berupa anugerah-Nya (reward) kepada orang-orang yang berbuat baik dengan ganjaran yang lebih baik yakni surge yang tidak terlukiskan dengan kata-kata keindahan dan kenikmatannya.

Itulah salah satu reward (ganjaran) dan punishment (hukuman) bagi manusia di dunia ini. Siapa yang berbuat baik maka akan mendapatkan reward berupa ganjaran dari Allah dan sebaliknya, siapa yang berbuat jahat maka akan mendapatkan punishment berupa hukuman atau teguran dari Allah supaya cepat bertobat dan meninggalkan kebatilan.

Perlu diketahui bahwa dalam surat an-Najm ayat 31 ini memberi informasi bahwa apabila ingin hidup baik dan tenang maka berbuat baiklah dan jauhi kejahatan, dan apabila ingin hidupnya berada dalam kegelisahan maka berbuatlah kejahatan, karena Allah tidak memaksa silahkan lakukan apa saja yang mau dilakukan asal tanggung akibatnya, krena dalam dalam ayat 38-nya mengandung arti bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.

c. Kabar dan informasi bagi manusia
Agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya bahwa semua yang dilakukan manusia di dunia tanpa terkecuali, sekecil apapun, memiliki konsekuensi di akhirat kelak. Semua kebaikan memperoleh ganjaran positif berupa pahala, dan semua hal buruk yang dilakukan akan menimbulkan dosa dan mendapat hukuman yang setimpal. Allah SWT memastikan hal itu dalam berbagai firman-Nya. Seperti:

Dan tidaklah kamu berada dalam suatu keadaan dan tidak dalam membaca suatu ayat dari Al Qur'an dan kamu tidaklah mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Q.S. 10 : 61)

Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Q.S. 24 : 24)

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (Q.S. 36 : 65)

Ketiga ayat di atas menjadi landasan bagaimana proses kehidupan umat manusia senantiasa berlangsung di bawah pengawasan Penciptanya, dan segala yang dilakukan manusia sepanjang hidupnya adalah bentuk aktivitas yang harus dipertanggungjawabkan dan pasti akan memperoleh balasan.

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Q.S. 99 :7-8)

Bentuk pertanggungjawaban yang dimaksud akan berimplikasi kepada bentuk paling akhir dari penghargaan dan hukuman yang akan diterima manusia kelak, yaitu sorga sebagai reward dan neraka sebagai punishment.

d. Tercantumnya tuntutan dan tuntunan
Dalam al-Qur’an berulang-ulang disebutkan bahwa kerjakanlah kebaikan dan jauhi kebathilan agar selamat dunia dan akhirat. Itulah alas an kenapa Rasulullah saw menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah, menyeru melakukan kebaikan dan meninggalkan perbuatan yang jahat. Rasulullah sebagai makhluk yang dianggap sebagai panutan karena kemuliaan akhlak dan prilakunya sehari-hari. Pantaslah beliau dijadikan acuan dalam sunahnya setiap apa yang beliau ucapkan, yang beliau kerjakan baik amalan-amalan siang dan malam dijadikan sebagai sunnah yang mendapatkan sebuah reward berupa pahala sunnah.

Dalam ayat ini terdapat tuntutan yaitu siapa yang ingin hidupnya senang dan damai di ridhai Allah maka kerjakan kebaikan, tetapi apabila kesenangan dan kedamaian itu tidak diharapkan kerjakanlah kejahatan apabila mampu mendapatkan punishment dari Allah berupa hukuman atau teguran.

Tuntunannya terdapat beberapa pernyataan yaitu: Pertama, bahwa Allah-lah yang mempunyai semua ini termasuk yang ada dilangit dan dibumi serta isinya, maka janganlah sombong dan merasa paling benar dan berkuasa. Kedua, balasan kepada orang yang berbuat jahat, sesuai dengan apa yang dilakukannya yaitu berupa hukuman(punishment). Ketiga,balasan kebaikan bagi orang-orang yang berbuat baik. Jadi janganlah berbuat kejahatan tapi berusahalah berbuat kebaikan, karena sedikitpun kebaikan pasti akan dapat balasannya.


IV. TAFSIR SECARA KONTEKSTUAL
Pada dasarnya pendidikan dalam Islam berlangsung seumur hidup, sehingga tidak salah menyebut bahwa proses kehidupan umat manusia adalah sama dan sebangun dengan proses pendidikan itu sendiri. Sebagaimana proses kehidupan memerlukan Pengawas, mempersyaratkan pertanggungjawaban dan memperoleh balasan, demikian pulalah adanya proses pendidikan. Maka metode reward dan punishment ini dapat dilakukan pada semua manusia sebagai peserta didik dan tidak menutup kemungkinan pula bagi seorang pendidik.

a. Mengabarkan bahwa Allah yang mengatur dan yang memiliki semuanya (the information of technic for all).

Kalimat menjelaskan
Sesungguhnya apa saja yang ada dilangit dan apa pun yang ada di bumi semuanya berada dibawah genggaman dan kekuasaan Allah. Dialah yang telah menciptakan, memiliki dan mengaturnya. Maka Dialah Yang Maha Tahu tentang semua itu tanpa ada sesuatu pun urusan yang tersembunyi bagi Allah. Oleh karena itu, kita jangan berprasangka bahwa Allah melalaikan urusan kita semua. Allah pasti akan memberi balasan kepada setiap jiwa sesuai dengan kebaikan atau keburukan yang manusia lakukan.

Dalam kalimat ini, Allah mengabarkan bahwa Dialah yang memiliki langit dan bumi. Dan sesungguhnya, Dia mahakaya, tidak membutuhkan pihak lain. Yang Maha menetapkan hukum pada hamba-hamba-Nya dengan adil dan yang telah menciptakan makhluk dengan benar .

Apabila di qiaskan dalam aktifitas pengajaran di sekolah, guru mempunyai peran penting dan berkuasa dalam kelas, mulai dari penyampaian materi sampai evaluasi semuanya di atur dan di manage secara baik lewat rancangan-rancangan materi yang telah disusun secara terstruktur dan sistematis. Apabila siswa belajar dengan rajin dan selalu berbuat baik, maka siswa tersebut akan mendapat balasan dari gurunya berupa nilai yang baik.

Ayat ini tidak memandang kepada siapa-siapa, yang dititikberatkan hanya kepada orang yang memang mau mendengarkan dan menerima serta mengakui bahwa al-quran sebagai wahyu dan pedoman bagi umat manusia. Maksud ”memiliki” dalam ayat 31 ini selain yang ada dilangit dan dibumi salah satunya ialah orang yang tersesat dan orang yang mendapat petunjuk, karena Dia menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya pula .

Pada ayat sebelumnya (ayat 30) menjelaskan bahwa Allah lebih mengetahui siapa yang sesat dan siapa yang berada dalam petunjuk . Ini menandakan bahwa manusia bukan berarti menyatakan hak milik mutlak pribadinya tetapi manusia itu adalah yang dipunyai bukan mempunyai, manusia hidup di dunia hanyalah sebatas memiliki bukan memiliki sebenarnya karena Allah-lah yang maha memiliki semuanya. Maka manusia hidup di dunia jangan umaing dan umagung karena ini semua milik Allah SWT. Dapat juga dipahami sebagai penjelasan lebih lanjut tentang pengetahuan Allah menyangkut siapa yang sesat dan siapa yang berada dalam petunjuk yang disebut dalam penggalan ayat lalu. Seakan-akan kedua penggalan itu menyatakan Allah mengetahui kedua pihak, betapa pun tidak, sedang dia memiliki apa yang dilangit dan dibumi.

Atau dapat juga dipahami, penggalan ayat diatas merupakan uraian baru untuk mengisyaratkan bahwa perintah mengabaikan para pembangkang itu, bukanlah berarti bahwa Allah pun akan mengabaikan mereka tanpa memberi balasan yang setimbal, karena Allah Maha Kuasa, dia sendiri yang memiliki segala sesuatu di langit dan di bumi.



b. Pemberian hukuman (punishment)
Kalimat Dari sudut kepemilikan Allah tersebut, terwujudlah pembalasan yang sempurna dan adil, Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang melakukan kejahatan. Pertimbangan dalam pemberian punishment adalah cobaan kepada umat manusia dalam kapasitasnya sebagai peserta didik, apakah ia dapat melatih kesabarannya jika menemui kegagalan atau kendala dalam proses pembelajaran. Dapatkah ia bersikap ridha? Atau mampukah ia mengendalikan diri dengan bersyukur jika cobaan yang datang adalah dalam bentuk prestasi yang menggembirakan. Salah satu kewajiban peserta didik menurut Al-Ghazali adalah membersihkan jiwa dari sifat-sifat negatif.
Hukuman dengan cara yang berlebihan dan diikuti oleh tindakan kekerasan tidak pernah diinginkan oleh siapapun, apa lagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif. Namun tidak bisa ditampik, di lembaga ini ternyata masih sering terjadi tindak kekerasan.

Hukuman tidak mutlak diperlukan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah Nasih Ulwan bahwa untuk membuat anak jera, pendidik harus berlaku bijaksanan dalam memilih dan memakai metode yang paling sesuai. Di antara mereka ada yang cukup dengan teladan dan nasehat saja, sehingga tidak perlu hukuman baginya. Tetapi, manusia itu tidak sama seluruhnya, diantara mereka ada pula yang perlu dikerasi atau dihukum yaitu mereka yang berbuat kesalahan.

Asumsi yang berkembang selama ini di masyarakat adalah setiap kesalahan harus memperoleh hukuman; Tuhan juga menghukum setiap orang yang bersalah. Dari satu jalur logika teori itu ada benarnya. Memang logis, setiap orang yang bersalah harus mendapat hukuman; setiap yang berbuat baik harus mendapat ganjaran. Sebenarnya hukuman tidak selalu harus berkonotasi negatif yang berakibat sengsara bagi terhukum tetapi dapat juga bersifat positif.
Karena itu, mengapa orang tidak mengambil teori yang lebih positif? Bukankah Allah selalu mengampuni orang yang bersalah apabila dia bertaubat pada-Nya? Allah juga lebih mendahlukan kasih-Nya dan membelakangi murka-Nya. Dalam Qs. Ali Imran: 134 Allah memuji orang yang sanggup menahan marah dan suka memberi maaf. Dan dalam satu hadist, nabi Muhammad Saw mengajarkan bahwa Allah menyenangi kelembutan dalam semua persoalan (HR. Bukhari).
Dengan demikian kita bisa menyepakati bahwa kesalahan yang dilakukan oleh murid terkadang pantas mendapat hukuman. Namun jenis hukuman itulah yang seharusnya disesuaikan dengan lingkungan sekolah sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran, bukan penghakiman.
Dalam teori belajar (learning theory) yang banyak dianut oleh para behaviorist, hukuman (punishment) adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang diharapkan. Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan atau orang yang bersangkutan tidak memberikan respon atau tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan.
Sebagai contoh, di sekolah-sekolah berkelahi adalah sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan dan jika tingkah laku ini dilakukan oleh seorang siswa maka salah satu cara untuk menghilangkan tingkah laku itu adalah dengan hukuman. Selain itu, mengerjakan tugas sekolah adalah sebuah tingkah laku yang diharapkan, dan jika seorang siswa lalai dan tidak mengerjakan tugas sekolah maka agar siswa itu dapat menampilkan tingkah laku yang diharapkan maka hukuman adalah satu cara yang digunakan untuk mengatasinya.
Hukuman diartikan sebagai salah satu tehnik yang diberikan bagi mereka yang melanggar dan harus mengandung makna edukatif, sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mdzakkir. Misalnya, yang terlambat masuk sekolah diberi tugas untuk membersihkan halaman sekolah, yang tidak masuk kuliah diberi sanksi membuat paper. Sedangkan hukuman pukulan merupakan hukuman terakhir bilamana hukuman yang lain sudah tidak dapat diterapkan lagi. Hukuman tersebut data diterapkan bila anak didik telah beranjak usia 10 tahun, tidak membahayakan saraf otak peserta didik, serta menjadikan efek negatif yang berlebihan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya
“Dari Amr bin Syu’aib ayahnya dari kakeknyaK bahwa Rasulullah Saw pernah berkata suruhlah anak-anakmu melakukan shalat sejak usia tujuh tahun dan Pukullah jika tidak mau sholat di usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Dawud).
Paul Chanche mengartikan hukuman adalah
“The procedure of decreasing the likelihood of a behavior by following it with some azersive consequence”
(Prosedur penurunan kemungkinan tingkah laku yang diikuti dengan konsekuensi negatif)
Decreasing the likelihood yang dimaksud di sini adalah penurunan kemungkinan dan tingkah laku dan some aversive concequence adalah konsekuensi negatif atau dampak yang tidak baik baik si pelanggar. Sebagai contoh, Ani tidak boleh menonton TV ketika maghrib tiba (dari jam 18.00-19.00). Apabila tetap menonton maka Ani akan di hukum tidak boleh menonton TV selama 3 hari. Tidak boleh menonton TV ketika maghrib tiba di sini sebagai prosedur atau aturan-aturan yang harus diikuti. Bentuk penurunan tingkah lakunya adalah boleh menonton TV selain di waktu itu, dan sebagai konsekuensi negatif apabila melanggar akan dihukum tidak boleh menonton TV selama 3 hari.
Jadi, hukuman di sini berlaku apabila seseorang merasa enggan untuk mengikuti suatu aturan yang berimbas pada penurunan tingkah laku.
Sedangkan M. Arifin telah memberi pengertian hukuman adalah:
“Pemberi rasa nestapa pada diri anak akibat dari kelasahan perbuatan atau tingkah laku anak menjadi sesuai dengan tata nilai yang diberlakukan dalam lingkungannya.”
Pendidik harus tahu keadaan anak didik sebelumnya dan sebab anak itu mendapat hukuman sebagai akibat dari pelanggaran atau kesalahannya. Baik terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam lingkungan anak didik atau norma yang terdapat dalam ajaran agama Islam.Dalam menggunakan hukuman, hendaknya pendidik melakukannya dengan hati-hati, diselidiki kesalahannya kemudian mempertimbangkan akibatnya.
Penggunaan hukuman dalam pendidikan Islam kelihatannya mudah, asal menimbulkan penderitaan pada anak, tetapi sebenarnya tidak semudah itu tidak hanya sekedar menghukum dalam hal ini hendaknya pendidik bertindak bijaksana dan tegas dan oleh Muhammad Quthb dikatakan bahwa : “Tindakan tegas itu adalah hukuman”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita ambil kesimpulan sementara bahwa hukuman dalam pendidikan Islam adalah salah satu cara atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau pendidik kepada seseorang yang menimbulkan dampak yang tidak baik (penderitaan atau perasaan tidak enak) terhadap anak didiknya berupa denda atau sanksi yang ditimbulkan oleh tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan agar anak didik menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya agar tidak mengulanginya lagi dan menjadikan anak itu baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Metode Punishment digunakan sesuai perbedaan tabiat dan kadar kepatuhan manusia terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah Islam. Pengaruh yang dihasilkannya tidaklah sama. Punishment bersandar pada dorongan rasa takut dan karena itu sifatnya negatif. Penerapan punishment ditujukan untuk memperbaiki peserta didik yang melakukan kesalahan sekaligus memelihara ketertiban dan disiplin peserta didik lainnya dari kemungkinan melakukan kesalahan yang sama. Karenanya dapat dikatakan bahwa punishment adalah alternatif terakhir setelah metode nasihat dan peringatan tidak berhasil memperbaiki peserta didik. Karena tujuan utama pemberian punishment ini adalah merubah dari perbuatan jelek menjadi baik. Dalam surat ar-Ra’d ayat 11 menyatakan bahwa



sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.

Dalam hal penerapan punishment, haruslah disadari bahwa peserta didik memiliki kesiapan yang berbeda-beda dalam hal kecerdasan ataupun respons yang dihasilkan dari penerapan punishment tersebut. Ada peserta didik bertemperamen tenang dan apa pula yang bertipe emosional, yang semuanya disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti genetika, lingkungan dan kematangan yang berbeda-beda. Berdasarkan perbedaan itu, maka berbeda pulalah jenis punishment yang diterapkan. Ada yang cukup dengan sindiran, ada yang perlu dipandang dengan muka masam, ada yang harus dibentak, dan ada pula yang perlu harus dipukul. Dalam hal ini prinsip logis yang harus ditetapkan, dalam arti punishment disesuaikan pula dengan jenis kesalahan. Ibn Khaldun mengemukakan bagaimana diperlukannya prinsip kehati-hatian dalam penerapan metode punishment ini terutama bagi peserta didik yang termasuk kategori anak-anak . Menurutnya, kesalahan dalam penerapan metode tersebut merupakan bentuk pengajaran yang merusak yang berimplikasi kepada hadirnya rasa rendah diri pada diri peserta didik, menumbuhkan kemalasan dan kebencian tanpa disadari, serta menyebabkan anak-anak tidak berani mengemukakan hal yang benar. Dengan demikian pendidik justru telah mendidik anak untuk berbohong. Semisal anak yang terlambat datang setelah mengemukakan alasan yang sebenarnya tetap saja dimarahi gurunya. Hasilnya, jika pada kesempatan lain ia kembali terlambat, ia akan mencari alasan lain yang “lebih masuk akal” agar tidak dimarahi, meski yang disampaikannya bukan hal yang sebenarnya. Keadaan ini lama kelamaan akan mengendap dalam alam bawah sadar anak dan berkembang menjadi kebiasaan baru baginya. Metode pendidikan yang salah seperti itu dalam skala massif telah menghasilkan bangsa yang tidak bisa dipercaya di seluruh dunia, yaitu bangsa Yahudi.

Berdasar hal itu Ibnu Khaldun menggagas, pendidik tidak boleh memberikan hukuman fisik lebih dari tiga kali kepada anak-anak kecil. Hanya saja tidak dijelaskan batasan tiga kali itu, apakah dalam satu tahun atau selama anak berada di bawah didikan guru tersebut. Senada dengan Ibn Khaldun, Al-Ghazali pun menegaskan bahwa saran dan nasehat akan lebih baik dari peringatan keras, sikap positif lebih efektif daripada caci-maki. Sebab saran dan kebaikan akan mendorong peserta didik memikirkan tingkah lakunya serta merenungkan nasehat pendidik, sebaliknya kritik yang kasar justru mempertipis rasa malu, mengundang perlawanan dan menyebabkan peserta didik menjadi keras hati. Adapun Rasulullah s.a.w. sendiri melarang memukul anak-anak di bawah usia 10 tahun, sebagaimana dapat difahami dari hadis hasan berikut yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Abu Daud Ibnu ‘Amr bin ‘Ash r.a.

“Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan ketika mereka berusia sepuluh tahun , dan pisahkanlah antara mereka ketika mereka tidur.”
Dari hadits tersebut, apabila seorang anak yang mendekati akil balig, maka harus segera diperintahkan sholat. Apabila si anak belum juga mau melakukan sholat maka

c. Memotivasi dengan pemberian hadiah (reward)
Kalimat
memberikan pengertian bahwa adanya reward (balasan yang baik, penghargaan, hadiah) dalam pendidikan islam. Allah akan membalas kepada orang-orang yang berbuat baik. Maka kalimat ini perlu adanya penegasan dalam arti dengan apa Allah akan membalas maka setelah ahsanu ( ) disusul dengan kata yang maksud- nya adalah Allah akan membalas orang-orang yang berbuat baik dengan kebaikan pula, yaitu syurga. Maka balasan berupa syurga itulah yang dimaksud dengan reward dari Allah.

Sebelum lebih jauh membahas tafsir tentang metode reward dalam
Pendidikan islam alangkah lebih baiknya kita bahas dahulu pengertian dari reward.
a. Pengertian Reward
Secara bahasa, reward berarti hadiah, upah, ganjaran, atau penghargaan.
Secara Istilah, pemberian konsekuensi berupa hal yang menyenangkan untuk mengatur tingkah laku seseorang.
Dalam perspektif islam, reward muncul dengan beberapa istilah, antara lain ganjaran, balasan (QS. Al-Waqiah: 24), dan pahala.
Dilakukan sebagai usaha untuk memberikan sebuah motivasi dalam melakukan sesuatu sehingga siswa merasa adanya tantangan untuk melakukan respon positif.

b. Bentuk Reward
Penggunaan reward dapat dilakukan dengan dua bentuk, yaitu: berupa materi dan immateri.
Reward berupa materi yaitu reward yang diapresiasikan dengan berupa materi semata. Seperti cerita berikut ini.

Ibu Rini khawatir Lisa (anaknya) tidak naik kelas saat masih SD. Menjelang ujian akhir, ibu Rini menjanjikan Lisa sebuah komputer (reward) apabila dapat naik kelas. Dari kecil Lisa pun terbiasa untuk belajar demi mendapatkan hadiah, alhasil Lisa selalu naik kelas. Namun, saat Lisa kuliah di jurusan Ekonomi UI, ibunya tidak lagi menganggap bahwa Lisa memerlukan suatu “reward” agar ia mau belajar sungguh-sungguh. Ternyata, di tahun pertama kuliah, mata kuliah yang diikuti Lisa hampir tidak lulus semua. Lisa pun sama sekali tidak termotivasi untuk belajar dan memahami kuliah yang diikutinya. Ternyata, saat memilih jurusan kuliah, Lisa dijanjikan sebuah hadiah (reward) apabila ia dapat masuk ke fakultas Ekonomi UI.

Berdasarkan certa diatas bahwa pemberian reward berupa materi dapat memberikan masalah/ dampak baru bagi diri anak. Reward dengan komputer termasuk salah satu dari reward berupa materi

Sedangkan reward berupa immateri yaitu reward yang berupa non materi, melainkan lebih pada sebuah tanda penghargaan sebagai bukti atas prestasi atau apa yang telah dia lakukannya. Contohnya seperti pemberian piagam atau sertifikat kepada seorang siswa yang memiliki nilai istimewa.

c. Cara Pemberian Reward
Biasanya kata-kata memberikan reward terucap pada saat orang tua ingin menghilangkan kebiasaan kemalasaan atau untuk mendorong prestasi anak. Akan tetapi “Hati-hati dalam memberikan reward!”. Pemberian reward ini selain akan berdampak positif juga akan bisa berdampak negatif. Memang apabila anak dijanjikan sebuah reward berupa materi, anak akan merasa termotivasi, tapi setelah reward tidak diberikan lagi, maka si anak akan kehilangan semangatnya. Seperti contoh pada cerita diatas.
Pemberian reward dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Secara langsung (disegerakan)
Contoh: Ketika seseorang melakukan sesuatu hal yang positif dan sesuai dengan tujuan yang dimaksud. Maka penghargaan (reward) diberikan langsung kepadanya dengan segera. Contoh lain, siswa setelah melakukan presentasi maka guru dan teman yang lainnya memberikan tepuk tangan sebagai penghargaan bagi siswa yang telah melakukan presentasi.

2. Secara tidak langsung (ditunda)
Contoh: Seperti pada contoh diatas, reward diberikan apabila si anak telah dapat mencapai tujuan. Sebelum mencapai tujuan yang diharapkan maka reward belum bisa diberikan.
d. Tujuan dan Manfaat Pemberian Reward
Tujuan utama pemberian reward yaitu supaya anak merasa tertantang atau termotivasi untuk mendapatkan sesuatu hadiah. Banyak manfaat yang apabila reward tersebut diberikan secara efektif, diantarany yaitu:
1. Memberikan kegembiraan kepada peserta didik sebelum memulai pembelajaran,
2. Memotivasi peserta didik untuk bergairah dan bersemangat.
Dari uraian diatas jelas bahwa Allah dalam menciptakan sesuatu pasti ada sebab dan akibatnya. Seperti yang sedang kita bahas dalam makalah ini. Reward dan punishment merupakan salah satu metode untuk merubah prilaku dengan konsekuensi yang seimbang.

Dalam Q.S. Az-Zalzalah [99] ayat 7-8 berbunyi:



”Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.
Bentuk pertanggungjawaban dimaksud akan berimplikasi kepada bentuk paling akhir dari penghargaan dan hukuman yang akan diterima manusia kelak, yaitu sorga sebagai reward dan neraka sebagai punishment

Dalam Hadits rasul juga tercantum berupa hukuman (punishment), yaitu“kalau salah seorang dari kalian (terpaksa harus) memukul, maka hendaklah tidak memukul bagian wajah” (HR. Abu Dawud)

Pendidikan Islam memiliki rangkaian unsur-unsur yang saling terkait yang diperlukan dalam mewujudkan keberhasilannya. Unsur-unsur tersebut antara lain tujuan, kurikulum, materi, metode, sarana, alat, dan pendekatan. Setiap unsur dapat dibagi lagi dalam rincian yang lebih detil, termasuk di dalamnya metode. Rasulullah s.a.w. mencontohkan sejumlah metode dalam penyampaian pendidikan Islam, termasuk di dalamnya metode Reward & Punishment.

1 komentar:

  1. Bagaimana Hukumnya jika sbuah perusahaan menerapkan sistem Reward dan Punisment, dimana punisment lebih besar dari pada reward yang diberikan? bahkan aturan hak bagi karyawan saja banyak yang tidak sesuai dengan aturan disnaker (pemerintah) , jika di berik kritik atau saran, maka jawaban pemimpin perusahaan itu adalah "jika mau kerja silahkan, jika tidak keluar saja" , bagaimana pandangannya dalam islam jika ada kasus nyata seperti ini ?

    BalasHapus